POSITIVISME
dan KRITERIA TERHADAP POSITIVISME
A.
Pengertian
Positivisme
Positivisme
adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya
sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan
metafisik. Tidak mengenal
adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris.[1]
Positivisme adalah doktrin filosofi dan ilmu
pengetahuan sosial yang menempatkan peran sentral pengalaman dan bukti empiris
sebagai basis dari ilmu pengetahuan dan penelitian. Terminologi positivisme
dikenalkan oleh Auguste Comte untuk menolak doktrin nilai subyektif, digantikan
oleh fakta yang bisa diamati serta penerapan metode ini untuk membangun ilmu
pengetahuan yang diabdikan untuk memperbaiki kehidupan manusia.[2]
Kemunculan positivism berkaitan dengan revolusi
industry di Inggris abad ke-18 yang menimbulkan gelombang optimism akan
kemajuan umat manusia didasarkan keberhasilan teknologi industri. Positivisme
yakin bahwa masyarakat akan mengalami kemajuan apabila mengadopsi total
pendekatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Slogan dari aliran positivisme ini
adalah “ savoir pour prevoir, prevoir pour pouvoir, artinya dari ilmu muncul
prediksi dan dari prediksi muncul aksi”.
Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang
logis, ada bukti empirisnya, yang terukur. Terukur inilah sumbangan penting
positivism.[3]
Tokoh-tokoh yang paling berpengaruh dalam
mengembangkan tradisi positivisme adalah Thomas Kuhn, Paul K. Fyerabend, W.V.O.
Quine, and filosof lainnya. Pikiran-pikiran para tokoh ini membuka jalan bagi
penggunaan berbagai metodologi dalam membangun pengetahuan dari mulai studi
etnografi sampai penggunaan analisa statistik.
Sementara menurut Ahmad Tafsir bahwa ketiga faham Rasionalisme
atau berfikir logis tidak menjamin dapat memperoleh kebenaran yang disepakati.
Kalau begitu diperlukan hal lain yaitu Empirisme. Sementara itu Empirisme hanya
menemukan konsep yang sifatnya umum. Konsep itu belum operasional, karena belum
terukur. Jadi diperlukan alat lain yaitu Positivisme. Kata positivism, ajukan
logikanya, ajukan bukti empirisnya yang terukur. Tetapi bagaimana caranya? Kita
masih memerlukan alat lain. Alat lain itu ialah Metode Ilmiah. Metode ilmiah
mengatakan, untuk memperoleh pengetahuan yang benar lakukan langkah beriku: logico-hypothetico-verificartif.
Maksudnya, mula-mula buktikan bahwa itu logis, kemudian ajukan hipotesis
(berdasarkan logika itu), kemudian lakukan pembuktian hipotesis itu secara
empiris.[4]
Positivisme dibidani oleh dua pemikir perancis,
Henry Saint Simon ( 1760 -1825 ) dan muridnya Auguste comte ( 1798 – 1857 ).
Walau Henry lah yang pertama kali menggunakan istilah positivisme, namun Comte
yang mempopulerkan positivisme yang pada akhirnya berkembeng menjadi aliran
filsafat ilmu yang pervasive mendominasi wacana filsafat ilmu abad ke-20.[5]
Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi
tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja
merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada
spekulasi dapat menjadi pengetahuan.
B.
Ciri –Ciri Positivisme
Pandangan dunia yang dianut positivisme adalah pandangan
dunia obyektivistik. Pandangan dunia obyektivistik adalah pandangan dunia yang
menyatakan bahwa objek –objek fisik hadir independen dari subjek dan hadir
secara langsung melalui data inderawi. Semesta dan data inderawi adalah satu.
Apa yang dipersepsi semesta sesungguhnya.[6]
Secara umum, positivisme memiliki beberapa ciri-ciri
yaitu :
1.
Bebas Nilai
Artinya menegaskan antara fakta dan nilai kepada peneliti
untuk mengambil jarak dengan semesta dengan bersikap imparsial-netral.
2.
Fenomenalisme
Artinya pengetahuan yang absah hanya berfokus pada
fenomena semesta. Metafisika yang mengandaikan sesuatu di belakang fenomena
ditolak mentah-mentah.
3.
Nominalisme
Artinya positivisme berfokus pada yang
individual-partikular karena itu kenyataan satu-satunya. Semua bentuk
universalisme adalah semata penanaman dan bukan kenyataan itu sendiri.
4.
Reduksionisme
Artinya positivisme meruduksi semesta menajdi
fakta-faktayangd apat dipersepsi.
5.
Naturalisme
Artinya positivisme dapat menjelaskan semua gejala alam
secara mekanikal-determinis seperti layaknya mesin.
Positivisme yang dikembangkan oleh Auguste Comte
dinamakan sebagi positivisme sosial. Hal ini dikarenakan faham yang menyakini
kemajuan sosial hanya dapay dicapai melalui penerapan ilmu-ilmu positif.
C.
Positivisme Logis
Pada perkembangannya, positivisme mengalami perombakan,
maka salah satu hasil perombakan tersebut terbemtuklah positivisme logis. Positivisme
logis adalah aliran pemikiran dalam filsafat yang membatasi pikirannya pada
segala hal yangd dapat dibuktikan dengan pengamatan atau pada analisi definisi
dan relasi anatara istilah-istilah. Fungsi analisis disini mengurangi
metafisika dan meneliti struktur logis pengetahuan ilmiah. Tujuan dari
pembatasan ini adalah menentukan isi konsep –konsep dan pernyataan-pernyataan
ilmiah yang dapat diverifikasi secara empiris.
Latar belakang dari timbulnya positivisme logis adalah
akibat adanya Perang Dunia 1 yang memakan banyak korban. Hal ini memancing para
intelektual untuk memikirkan kembali bagaimana menata masyrakat dari
puing-puing kehancurannya. Para penganut positivisme –Logis berpendapat bahwa
untuk dapat membangun kembali haruslah menggunakan ilmu-ilmu positif. Positivisme
logis beranggapan bahwa misi administrasi masyarakat secara rasional harus
dilandasi pad pengetahuan yang berkesatuan. Kesatuan pengetahuan hanya bisa
dicapai apabila dikembangkan suatu bahasa ilmiah yang berlaku pada semua bidangilmu
pengetahuan.
Prinsip yang dipegang oleh kaum positivisme logis adalah
prinsip isomorfi yaitu adanya hubungan mutlak antara bahasa dan dunia
kefaktaan. Pelopornya adalah Bertrand Russell ( 1872-1970 ) dan dikembangkan
oleh ludwigh Wittgenstein ( 1889-1951 ).
Tujuan akhir dari penelitian yang dilakukan pada
positivisme logis ini adalah untuk mengorganisasikan kembali pengetahuan ilmiah
di dalam suatu sistem yang dikenal dengan ”kesatuan ilmu” yang juga akan
menghilangkan perbedaan-perbedaan antara ilmu-ilmu yang terpisah. Logika dan
matematika dianggap sebagai ilmu-ilmu formal.
Positivisme berusaha menjelaskan pengetahuan ilmiah
berkenaan dengan tiga komponen yaitu bahasa teoritis, bahasa observasional dan
kaidah-kaidah korespondensi yang mengakaitkan keduanya. Tekanan positivistik
menggarisbawahi penegasannya bahwa hanya bahasa observasional yang menyatakan
informasi faktual, sementara pernyataan-pernyataan dalam bahasa teoritis tidak
mempunyai arti faktual sampai pernyataan-pernyataan itu diterjemahkan ke dalam
bahasa observasional dengan kaidah-kaidah korespondensi.
Dalam
bidang ilmu sosiologi, antropologi, dan bidang ilmu sosial lainnya, istilah
positivisme sangat berkaitan erat dengan istilah naturalisme dan dapat dirunut
asalnya ke pemikiran Auguste Comte pada abad ke-19. Comte berpendapat,
positivisme adalah cara pandang dalam memahami dunia dengan berdasarkan sains.
Penganut paham positivisme meyakini bahwa hanya ada sedikit perbedaan (jika
ada) antara ilmu sosial dan ilmu alam, karena masyarakat dan kehidupan sosial
berjalan berdasarkan aturan-aturan, demikian juga alam.
Positivisme
logis mengajukan dua kriteria dalam pembuktian kebenaranya, yaitu :
1.
Pernyataan harus dapat dibenarkan secara definisi atau
tautologis ( pernyataan analitik ). Contohnya Mahasiswa / Mahasiswi adalah
orang yang bependidikan tinggi.
2.
Pernyataan harus dapat dibenarkan secara empiris.
Contohnya Ali adalah seorang Mahasiswa IAIN Fakultas Tarbiyah dan Adab, Jurusan
Pendidikan Agama Islam.
D.
Kriteria Positivisme
Para penganut positivisme beranggapan bahwa dalam
menunjukan kebenaran maka harus merujuk kepada ilmu-ilmu pengetahuan positif.
Ilmu pengetahuan positif didapat dari penggabungan aliran rasional dan
empirisme dan ditambahkan dengan metode ilmiah. Kaum positivisme menolak adanya
metafisika yang tidak bisa ditanggkap dan telaah melalui empiris. Dapat
digambarkan konsep kebenaran kaum positivisme.
Skema kebenaran positivisme
E.
Kesimpulan
Sebagai salah satu aliran dalam filsafat, positivisme
menekankan pengambilan kebenaran pada ilmu pengetahuan dan mengabaikan
metafisika yang tidak dapat ditembus oleh akal. Sejarah lahirnya positivisme
karena ada kelemahan dalam bidang ekonomi, sehingga hal ini menimbulkan
semangat untuk berkembang sehingga yang ada dalam pikirannya adalah bagaimana
mengembangkan ekonomi kembali yang semuanya itu mereka pikirkan hanya dapat
terwujud hanya dengan ilmu –ilmu pengetahuan. Tokoh yang terkenal pada aliran
ini adalah Auguste Comte.